06 April 2009

Buku Ajar Teknologi Pangan

ILMU TEKNOLOGI PANGAN
“BUKU AJAR”
Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
OLEH : TASIR
POLITEKNIK PERTANIAN
NEGERI PANNGKAJENE DAN KEPULAUAN

2008

I. BEBERAPA PENYEBAB KERUSAKAN BAHAN MAKANAN
Kerusakan bahan makanan tergantung dari jenis bahan pangan, dapat berlangsung secara lambat, misalnya pada biji-bijian atau kacang-kacangan, atau dapat berlangsungn secara cepat misalnya pada susu.
Kerusakan pada bahan makanan dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
A. KERUSAKAN BAHAN MAKANAN OLEH MIKROORGANISME (bakteri, kapang, dan ragi).
Kerusakan yang ditimbulkan oleh mikroba dapat diketahui secara visual, misalnya bau yang menyimpang seperti bau busuk dan bau asam, timbulnya mycelium, spora, perubahan konsistensi bahan atau dapat juga diketahui dengan pemeriksaan secara mikrobiologis. Jenis mikroba perusak sangat banyak jumlahnya tetapi dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu bakteri, kapang/jamur, dan ragi. Jenis mikroba perusak tergantung pada sifat bahan hasil pertanian itu sendiri.
Umumnya bahan hasil pertanian mengandung banyak protein seperti pada daging, susu, telur, yang mudah diserang oleh bakteri. Bahan pangan yang banyak mengandung karbohidrat seperti pektin dan sellulosa misalnya pada biji-bijian, buah-buahan, dan kayu, akan mudah dirusak oleh kapang. Bahan-bahan yang banyak mengandung gula misalnya anggur, apel, nenas, dan lain-lain sering dirusak oleh ragi. Dengan demikian maka jenis mikroba perusak dapat tumbuh dan berkembang biak pada bahan hasil pertanian yang sekaligus merupakan substrak pertumbuhannya.
1. Bakteri.
Jenis bakteri perusak hasil pertanian adalah berbeda-beda, ada yang dapat membentuk spora yang tahan panas dan bahan kimia; dan ada pula yang membentuk lender sehingga akan menurunkan mutu dan hygiene hasil pertanian. Golongan bakteri perusak yang penting adalah bakteri yang termasuk family Pseudomonadaceae, Achromabakteriaceae, dan Lactobacillaceae
Genus Pseudomonadaceae bersifat psikrofilik dan sering merusak ikan. Bakteri ini juga bersifat proteolitik dan lipolitik. Genus Acetobacter dapat merusak atau mengubah etanol menjadi asam asetat. Adanya asam asetat biasanya tidak dikehendaki dan produknya dianggap rusak, misalnya Acetobacter xylinium yang mengeluarkan lender.
Bakteri golongan Halobacteriaceae dapat tumbuh dan berkembang biak pada substrak dengan kadar garam yang tinggi seperti ikan asin yang ditandai dengan timbulnya bintik-bintik merah. Golongan bakteri Achromobacteriacea dapat tumbuh pada suhu lemari es (rendah) yang menghasilkan lender, misalnya Alcoligenes yang menimbulkan lender pada susu.
Lactobacillus dan Leuconostoc dari family Lactobacillaceae yang biasa disebut asam laktat. Jenis bakteri ini dapat mengubah substrak dalam bentuk gula menjadi asam laktat.
2. Kapang
Dalam Teknologi Hasil Pertanian, kapang memiliki peranan yang sangat penting karena banyak jenisnya yang mempunyai kesanggupan untuk merombak bahan-bahan. Hal ini tidak dimiliki oleh mikroba lainnya. Contoh lignin pada kayu dapat dirombak oleh kapang hingga menjadi rapuh, demikian juga dengan sellulosa dari kapas dan kertas, pati, pektin, dan lain-lain dapat dihancurkan oleh kapang (jamur)
Tumbuhnya kapang pada hasil pertanian dapat men imbulkan kerugian karena dapat menyebabkan penyakit dan beberapa keracunan pada hasil pertanian. Jenis kapang yang dapat tumbuh pada roti dan menimbulkan warna hitam yang tidak disukai adalah Rhizopus nigrificans, sedang Rhizopus oryzae sering tumbuh pada tepunng beras dan sporanya berwarna putih kekuningan.
Spesis Aspergillus yang dapat memproduksi racun yan berbahaya adalah Aspergillus flavus. Kapang ini sering tumbuh pada bahan makanan yang kadarnya lemaknya tinggi seperti kopra, kacang tanah, dan kedele. Racun yang dihasilkan disebut aflatoksin. Spesis lain dari Aspergillus yang penting dalam pengawetan makanan karena dapat menimbulkan kerusakan pada bahan makanan adalah Aspergillus glaucys. Jenis kapang ini dapat hidup pada konsentrasi gula tinggi sehingga mudah ditemukan atau mudah merusak makanan seperti jem, jeli, dan sirup.
Warna jem yang ditumbuhi kapang ini akan berubah dari kuning menjadi coklat kehitam-hitaman. Buah-buahan yang dikeringkan dan mengandung gula dengan kadar tinggiseperti pisang sale sering ditumbuhi kapang ini.
3. Ragi
Ragi memiliki sifat morfologis yang berlainan dengan kapang. Ragi berkembang biak dengan tunas (“bud”) sedang kapang dengan cara “apical growth” (spora seksual atau aseksual). Ditinjau dari segi perkembangan industry hasil pertanian, rapi bereperan sangat penting karena banyak dipakai dalam industri mikrobiologi seperti tape, anggur, bir, dan lain-lain. Selain itu, juga dapat digunakan oleh manusia sebagai bahan makanan atau hewan sebagai protein sel tunggal, dan juga dalam pembuatan riboflavin. Dari segi kesehatan, ragi juga penting karena dapat menimbulkan penyakit seperti Monileasis dan Candidiasis yamng disebabkan oleh Candida albica.
Ragi dapat hidup pada keadaan dimana bakteri dan kapang tidak dapat hidup, misalnya pada konsentrasi gula 55% atau konsentrasi garam 26.5% (jenuh). Ragi dapat juga menyesuaikan diri dengan kehidupan mikroba lain tanpa mengalami banyak gangguan dan dapat hidup pada pah sampai 3.6.
B. KERUSAKAN BAHAN PANGAN OLEH HEWAN PARASIT (Serangga dan Tikus)
Serangga terutama dapat merusak buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian, dan umbi-umbian. Yang menjadi masalah bukan hanya jumlah bahan makanan yang dimakan serangga tersebut, tetapi yang lebih penting bahwa serangga akan melukai permukaan bahan makanan sehingga dapat menyebabkan kontaminasi oleh bakteri, kapang, dan ragi.
Pada biji-bijian atau buah-buahan kering biasanya serangga dapat dicegah secara fumigasi dengan zat kimia seperti metal bromide, etilena oksida dan propilena oksida. Etilena dan propilena tidak boleh diginakan untuk bahan makanan yang mempunyai kadar air tinggi, karena kemungkinan dapat membentuk racun.
Telur-telur serangga dapat tertinggal di dalam makanan sebelum dan sesudah pengolahan, misalnya di dalam tepung. Untuk menghancurkan telur-telur serangga tersebut biasanya tepung diupusingkan di dalam sentrifuse sehingga dengan benturan-benturan yang keras dari dinding sentrifus, telur-telur tersebut pecah. Meskipun pecahan telur ini masih tetap teretinggal di dalam tepung, tetapi tidak dapat memperbanyak diri lebih lanjut.
Parasit yang banyak ditemukan misalnya di dalam daging babi adalah cacing pita (Trichinella spiralis). Cacing pita tersebut masuk ke dalam tubuh babi melalui sisa-sisa makanan yang mereka makan. Daging babi yang tidak dimasak dapat menjadi sumber kontaminasi bagi manusia. Cacing-cacing dalam bahan makanan mungkin dapat dimatikan dengan pembekuan.
Tikus merupakan persoalan yang penting di Indonesia, khususnya merupakan makanan yang berbahaya baik terhadap biji-bijian sebelum dipanen maupun terhadap bahan yang disimpan di dalam gudang. Tikus bukan hanya merugikan karena makan bahan makanan, tetapi juga karena kotoran-kotoran, rambutnya atau air kencingnya dapat merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri dan dapat menimbulkan bau yang tidak enak.
C. KERUSAKAN BAHAN MAKANAN OLEH SENYAWA KIMIA
Bahan dengan mempunyai kandungan dan komposisi kimia yang berbeda-beda, sehingga kecenderungan reaksi-reaksi kimia berlangsung lebih banyak juga berbeda. Setelah dipanen aktivitas fisiologis pasca panen masih berlangsung hingga beberapa waktu. Reaksi-reaksi dan aktivitas fisiologis tersebut dapat menyebabkan kerusakan bahan makanan sehingga menimbulkan perubahan yangn tidak dikehendaki.
Sebagai comntoh kerusakan kimiawi antara lain :
1. Oksidasi lemak pada makanan, yang menyebabkan produk berbau tengik ataupun berubahn warna
2. Koagulasi akibat gangguan pH dan gangguan ikatan kimia
3. Terbentuknya warna coklat (browning) karena enzimatis maupun non enzimatis yang tidak dikehendaki
4. Proses autolsis ayng berakhir dengan kerusakan dan pembusukan, disebabkan oleh kegiatan metabolism pasca panen dan aktivitas enzim
5. Penyimpangan bau, rasa dan aroma akibat terbentuknya senyawa asam, aldehida, keton, dan lainnya.
Kerentangan bahan pangan dalam tipe kerusaskan kimia berbeda, tergantung pada kondisi bahan pangannya. Kerusakan kimiawi dapat terjadi juga dengan sytimulan kerusakan mekanis dan mikrobiologis.
Buah-buahan dan biji-bijian merupakan jenis bahan makanan yang mempunyai kerentangan tinggi dalam kerusakan kimiawi untuk penyimpanan jangka panjang, jika tidak dilakukan teknik pengawetan yang memadai. Susu dan daging juga mempunyai kecenderungan kerusakan kimia relative besar dalam waktu tenggang awal (beberapa saat setelah dipanen), tergantung kondisi bahan. Kerusakan-kerusakan kimia pada umumnya mempunyai jntensitas yang kecil pada pengolahan lanjut bahan makanan, tetapi jika control medium dan mikroorganisme jelek dapat meningkatkan karusakan kimia.
II. AKIBAT KERUSAKAN BAHAN MAKANAN
A. CIRI-CIRI KERUSAKAN BAHAN MAKANAN
Suatu bahan rusak bila menunjukkan adanya penyimpangan yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh indera atau parameter lain yang biasa digunakan.
Proses pematangan buah merupakan suatu rangkaian reaksi kimia yang panjang, yang dapat berakhir dengan degradasi tenunan yang mengakibatkan kematian sel dan pembusukan.
Beberapa bahan yang dianggap rusak bila menunjukkan penyimpangan konsistensi serta tekstur dari keadaan yang normal. Bahan secara normal konsistensi kental, tetapi bila dalam keadaannya mempunyai konsistensi encer, maka hal itu merupakan kerusakan. Demikian juga dengan bahan hasil pertanian yang secara normal mempunyai tekstur yang keras seperti kentang, ubi jalar, dan wortel, bila memjadi lunak dalam keadaan segar, maka bahan tersebut berarti sudah mengalami kerusakan.
Terjadinya pememaran yang lanjut dapat digunakan sebagai suatu tanda terjadinya kerusakan. Pada buah sawo, mangga, apel, jambu dan buah-buahan lain sering terjadi pememaran yang bias mengalami kerusakan pada bagian dalam.
Beberapa bahan jadi misalnya sayur asin yang mempunyai rasa dan bau asam bukanlah berarti rusak, karena sayur asin memang secara normal dikehendaki asam rasanya, tetapi juka sayur asin menjadi berlendir dan berbau busuk, maka hal ini merupakan suatu tanda kerusakan. Contoh lain yaitu pada makanan kaleng, tanda-tanda kerusakan yang terjadi dapat berupa pH yang menyimpang, terjadinya pengembungan kaleng, bau busuk dan warna yang menyimpang.
Beberapa bahan yang digoreng disebut rusak apabila terjadi kegosongan yang disebabkan karena pemanasan terlalu lama atau penggunaan suhu terlalu tinggi, atau terjadi reaksi browning yang tidak diinginkan juaga merupakan salah satu tanda kerusakan.
Tepung yang menggumpal dan mengeras menyebabkan tepung tidak dapat memenuhi fungsinya seperti yang diharapkan. Misalnya tepung telur albumen yangmengeras selama disimpan menyebabkan daya buih albumen menjadi rendah, atau daya kasein yang mengeras selama disimpan sehingga daya larutnya sangat menurun. Tanda-tanda tersebut merupakan tanda kerusakan.
Minyak goring mengalamui kerusakan bila timbul bau yang menyimpang yaitu terjadinya ketengikan yang diseababkan oleh hasil oksidasi dan degradasi dari asam-asam lemak yang tidak jenuh di dalam minyak tersebut.
Banyak dari bahan-bahan yang dikeringkan menjadi berwarna hitam dan ditumbuhi kapang. Beberapa hasil pertanian yang ditumbuhi kapang dengan tanda-tanda adanmya mecellium dan spora yang tumbuh pada permukaan bahan yang secara normal tidak ada, merupakan suatu tanda terjadinya kerusakan.
Tanda-tanda kerusakan fisik dapat dijumpai pada bahan-bahan hasil pertanian yang mengalami serangan serangga atau tikus sehingga bentuk fisiknya menjadi berlubang atau adanya bekas gigitan. Terdapatnya kepompong ulat, dan sebagainya sering digunakan sebagai tanda kerusakan.
Suatu bahan pembungkus (kemasan) dikatakan rusak bila fungsinya tidak dipenuhi seluruhnya, terjadi kebocoran atau sobek, serta kehilangan sifat-sifat yang mula-mula dimiliki, misalnya sifat impermeabilitas terhadap uap air, oksigen, dan sebagainya.
Telur yang rusak dapat ditandai dengan adanya keretakan, seeding beberapa bagian kadang-kadang dengan adanya isi telur menjadi encer, atau secara “candling” terlihat tanda-tanda noda kerusakan.
Daging segar yang rusak akan mengeluarkan bau busuk, sedang beberapa bagian berulat atau berwarna menyimpang. Daging-daging yang berlendir dianggap telah mulai atau sedang mengalami kerusakan.
Ikan mengalami kerusakan terlihat tanda-tanda seperti insang menjadi pucat, mata tenggelam, tekstur lunak, mengeluarkan bau dan berlendir.
Tanda-tanda kerusakan bahan pangan tidak seluruhnya memperlihatkan tanda-tanda yang jelas. Sabagai contoh terdapatnya ulat di dalam biji petai kadang-kadang tidak pernah terlihat atau terduga sebelumnya, karena dari luar buah menunjukkan keadaan utuh tidak berbeda dengan yang mengalami kerusakan.
B. AKIBAT KERUSAKAN BAHAN MAKANAN TERHADAP MUTU DAN NILAI GIZI SERTA KESEHATAN MANUSIA
Bahan makanan yang rusak dapat membentuk zat racun yang dapat membahayakan kesehatan manusai. Keracunan yang dimaksud adalah akibat memakan atau menelan yang mengandung racun atau nikroba yang dapat mengganggu fisiologis dalam tubuh manusia.
Keracunan makanan dapat disebabkan oleh adanya mikroba yang berbahaya terhadap timbulnya keracunan, atau karena memakan bahan makanan yang secara alami mengandung zat yang beracun. Keracunan oleh mikroba dapat disebabkan oleh karena bakteri dan kapang. Keracunan makanan dapat berupa infeksi atau intoksikasi. Istilah infeksi digunakan bila setelah memakan makanan atau mniman yang mengandung bakteri pathogen, timbul gejala-gejala penyakit. Sedang istilah intoksikasi adalah keracunan yang disebabkan karena adanya racun yang ditimbulkan oleh tumbuhnya mikroba dalam makanan.
Umumnya makanan-makanan yang merupakan sumber keracunan oleh bakteri ialah makanan yang tergolong berasam rendah, contoh pada daging, telur, dan susu. Bakteri-bakteri yang terpenting penyebab keracuanan makanan adalah Clastridium, Staphylococcus, Salmonella, dan Stroptococcus. Keracunan makanan oleh Salmonella dan Sreptococcus menyebabkan infeksi, sedang Staphylococcus dan Clostridium menghasilkan racun yang berbahaya bagi kesehatan yang sering disebut “intoksikasi”.
1. Intoksikasi
a. Clostridium botulinum
“Botulism” adalah keracuanan makanan yang disebabkan oleh exotoxin yang diproduksi oleh C. botulinum waktu tumbuh dalam makanan. Toxin yang berbahaya ini sering disebut “botolinim”. Ada 5 tipe Clostridium yang sekarang disebut Costridum botulinum yaitu C. botulinum tipe A, B, C, D, dan E. Tipe A paling kuat toksinnya, sedang tipe B tetap berbahaya tapi tidak sekkuat toksin tipe A. Tidak semua tipe tersebut secara normal berbahaya terhadap kesehatan manusia. Misalnya tipe C dan D biasanya berbahaya pada ternak, sedang tipe E berbahaya terhadap ikan, dan hasil perikanan, dan juga berbahaya terhadap manusia. Tipe A dan B terdapat pada makanan kaleng yang m,engalami “under processing”.
Toxin botulinum ini sangat berbahaya di dalam jumlah sangat sedikit yaitu bila cukup membasahi ujung lidah, manusia dapat meninggal setelah mengalami setelah mengalami keracunan. Toxin ini bersifat thermolabil yaitu dapat diaktifkan pada suhu 80oC selama 10 menit. Karena itu demi keselamatan, dianjurkan untuk memasak makanan kaleng selama 15 menit dalam air mendidih sebelum dimakan. Hal ini dilakukan terutama pada makanan yang berasam rendah (pH sekitar 4.5).
Gejala-gejalanya di samping umum, juga timbul gejala khusus yaitu penyerangan terhadap system saraf, pemandangan menjadi mendua,kerukaran menelan dan bicara, lisah membengkak atau tenggorokan mengecil. Kematian biasanya setelah 3 – 6 hari.
b. Staphylococcus
Kecacunan Staphylococcus biasanya terjadi karena anterotoksin yang diproduksi oleh S. aureus (dahulu sering disebut Mikrococcus pyogenes var. aureus). Disebut enterotoxin karena racun ini menyebabkan radang pada selaput lender lambung dan usus kecil yang disebut gasteroteritis.
Sumber penularan adalah manusia dan hewan. Saluran hidung manusia banyak mengandung mikroba tersebut, demikian juga pada luka-luka dan bisul. Toxin yang diproduksi setelah mikroba mengalami pertumbuhan yang baik sekitar 4 – 6 jam. Toxin tersebut tahan terhadap panas selama 20 – 60 menit dalam air mendidih atau bahkan bila dipanaskan dalam autoktaf. Jenis makanan yang paling disukai adalah ham, lidah, atau daging ayam.
Gejala-gejala keracunan oleh Staphtlococcus ini adalah mabuk (mual) yang hebat, muntah-muntah dan kejang perut, biasanya terjadi dalam 2 – 12 jam setelah memakan makanan yang terkena infeksi. Gejala ini akan hilang setelah racun dikeluarkan dari tubuh. Jenis racun ini jarang menyebabkan kematian.



c. Pseudomonas cocovenans
Salah satu makanan tradisional Indonesia yang dapat ditumbuhi bakteri yang menghasilkan racun yang berbahaya adalah tempe. Tempe ini lebih dikenal dengan nama tempe bongkrek. Bakteri yang menghasilkan racun pada tempe ini adalah Pseudomonas cocovenenans. Mikroba ini mampu mendegradasi minyak kelapa dengan memproduksi enzim yang dapat menghidrolisis gliserida dalam minyak kelapa menjadi gliserol dan beberapa asam lemak. Dengan reaksi-reaksi biokimia, gliserol ini dapat diubah menjadi toksin yang berwarna kuning (oxoflavin). Dari asam-asam lemaknya terutama asam oleat dapat diproduksi racun lain yang tidak berwarna (asam bongkrek).
Kedua racun ini sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, terutama karena dapat mengganggu daerah metabolism glikogen dan menyebabkan gejala tekanan darah rendah (hyglycemia). Sipenderita kadang-kadang meninggal dunia 4 hari setelah memakan racun tempe bongkrek.
Untuk ,menghindari pertumbuhan bakteri Pseudomonas coconovenans biasanya dilakukan penuruann pH memnajdi 5.5 dimana bakteri tersebut dihambat pertumbuhannya, sedng kapang (Rhizopus) yang diinginkan dapat tumbuh dengan baik.





d. Aspergillus flavus
Kapang yang terkenal memproduksi toxin berbahaya ialah Aspergillus flavus dan toxinnya disebut Aflatoxin. A. flavus umumnya pada kacang tanah, karena itu dapat tumbuh pada oncom. Pertumbuhan A. flavus akan terhambat bila kadar air substrat lebih rendah dari 12% , dan jenis kapang yang dapat tumbuh pada oncom adalah Nurospora sitophila.
Aflatoxin adalah racun yang sangat aktif dan berbahaya untuk kesehatan manuasia. Jumlah aflatoxin yang diperbolehkan ada dalam bahan makanan sekitar 20 ppb (part per billion), menurut US FDA.
Jenis Aflatoxin yang paling berbahaya adalah aflatoxin B1 dan C1, sedang aflatoxin B2 dan C2 tidak seaktif C1. Huruf B dan C menyetakan warna flourance dari aflatoxin bila diamati di bawah sinar ultra violet, yaitu biru (B) dan hijau (G). Penelitian yang telah dilakukan pada oncom, aflatoxin di atas 10 ppm (part per million), jumlah yang jauh lebih besar dari batas yang diberikan oleh US FDA.
Tingkat bahaya racunnya biasanya diukur dalam satuan LD50 atau “mouse Unit (MU) yaitu banyaknya toxin dalam microgram yang dapat mematikan 50% dari populasi tikus dalam waktu 4 hari. Percobaan ini dapat dilakukan pada anak itik, tikus, dan lainnya.
Aflatoxin termasuk grup hepatotoxin, yaitu tipe racun yang menyerang hati manusia. Salah satu cara untuk memperoduksi aflatoxin dalam makanan adalah dengan menurunkan kadar air dari bahan mentah menjadi lebih dari 12%, karena pada keadaan tersebut A. flavus dapat dihambat pertumbuhannya.
e. Mikroba Lain
Di samping mikroba-mikroba tersebut di atas, ternyata terdapat bakteri Escericia coli yang juga dapat menyebabkan keracunan pada bahan makanan. Bakteri-bakteri Proteus vularis dan Proteus mirabilis, bila banyak terdapat dalam makanan menyebabkan sakit perut. Merskipun semua mikroba tersebut belum pernah dibuktikan dapat memproduksi enterotoxin atau menyebabkan keracunan makanan.
Keracunan makanan juga telah dilaporkan disebabkan oelh Clostridium perfringens. Biasanya gejala-gejala penyakit yang disebabkan oleh bakteri tersebut adalah ringan. Demikian pula telah diketahui bahwa Bacillus aureus dapat menyebabkan keracunan pada makanan yang banyak mengandung pati.
2. INFEKSI
a. Salmonellosis
Salmonellosis adalah tipe keracunan yang disebabkan oleh masuknya mikroba Salmonella sp, biasanya S. typhymurium (paling sering terjadi) dan S. enterditiis.
Sumber infeksi dari bakteri ini adalah makanan dari dagingn seperti sosis, ikan dan telur. Makanan ini terkontaminasi oleh bakteri Salmonella yang dapat berasal dari makanan yang yang terinfeksi tikus, lalat, dan kecoa. Gejal-gejala penyakit karena infeksi Salmonella ini timbul 12 – 24 jam setelah makanan dimakan. S. enteriditis menyebabkan diare berdarah.
b. Streptococcus
Streptococcus dapat menyebabkan infeksi pada manunsia, jika bakteri ini terdapat dalam jumlah besar dalam makanan yang telah dimakan. Sumber bakteri ini biasanya berasal dari manusia. Makanan yang biasa ditumbuhi bakteri ini adalah daging ayam dan keju.
Gejala-gejala penyakit timbul 3 – 18 jam setelah makanan dimakan seperti mabuk (mual), muntah-muntah, mules perut, dan diare.
c. Keracunan Oleh Senyawa-senyawa Kimia Yang Terdapat Dalam Bahan Makanan.
Keracunan makanan yang disebabkan oleh senyawa-senyawa kimia secara alami sudah terdapat di dalam bahan itu sendiri seperti : glukosida sianogenetika, asam jengkolat, dan myristicin.
1. Glikosida sianogenitika (Cyanogenic gloside)
Senyawaa glikoside sianogenetika ini terdapat pada sejenis kacang-kacangan yaitu Phaseolus lunatus dan pada daun singkong yang dapat membahayakan kesehatan karena dapat menghasilkan racun sianida, tetapi pada umumnya varietas kacang-kacangan yang biasa dimakan hanya mengandung kadar sianida rendah.
Senyawa glikosida sianinogenetika yang terdapat pada kacang-kacangan disebut amygdalin. Dari amygdalin ini dihasilkan asam sianida dengan cara hidrolisa oleh enzim yang biasa terdapat dalam bahan itu sendiri atau dengan asam lemah.
Faktor-faktor yang sangat menentukan pembentukan asam sianida adalah jumlah glikosida sianogenetika di dalam bahan, kegiatan enzim, dan asam. Untuk menghentikan aktivitas enzin tersebut dilakukan pemanasan. Bila hidrolisa telah berlangsungn dan telah menghasilkan HCN, asam ini masih dapat dihilangkan dengan cara merendamnya ke dalam air mengalir atau dengan pemanasan, karena HCN ini akan menguap.
2. Hemagglutinins
Hemagglutinins ini terdapat beberapa jenis kacang-kacangan terutama Phaseulus dan meskipun jumlahnya tidak banyak, tetapi telah dibuktikan sangat beracun terhadap tikus dan ayam. Karena itu senyawa ini diperkirakan juga mempunyai potensi untuk membahayakan manusia, karena hemagglutinins ini dapat mengumpulkan sel darah merah.
Hemagglutinins yang terdapat pada kacang kedelai disebut soyin dan pada buah jeruk disebut ricin. Hemagglutinins ini juga diduga terdapat pada kacang tanah dan kacang hijau.
3. Myriticin
Myristicin terdapat pada biji pala (Myristica fragram) sebanyak 4% dari jumlah eterisnya. Sedang minyak eteris dari biji pala terdapat 8 – 15%. Bila Myristicin ini dimakan oleh manusia dalam jumlah yang membahayakan, maka akan menimbulkan gejala-gejala yang sama dengan akibat narkotika atau mabuk karena minuman alcohol. Bahkan bila dosis yang dimakan sangat tinggi, dapat merusak hati dan menimbulkan kematian.

4. Asam Jengkolat
Asam jengkolat terdapat pada biji jengkol (Phitocolasin labotum) kira-kira 1 – 2% dari berat bijinya. Salah satu varietas jengkol yang berwarna hitam kecoklatan dan tumbuh di Sumatera dapat mengandung asam tersbeut sekitar 3 – 4%.
Asam jengkolat ini adalah suatu asam amino yang mengandung sulfur dan terdapat dalam keadaan bebas. Asam ini dapat direp melalui dinding usus dan mencapai ginjal dalam bentuk utuh. Asam jengkolat dapat berbahaya jika pH urine bersifat basa (pH urine normal 6.4), karena akan terlarut dalam urine dan selanjutnya ikut dikeluarkan dari tubuh. Bila pH urine bersifat asam, maka asam jengkolat dapat mengkristal di dalam ginjal.
5. Mimosine atau Liucosine
Dalam biji lamtoro atau pete cina (Leucaena glauca) terdapat satu atau lebih senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan rontoknya rambut pada hewan atau manusia. Diperkirakan bahwa senyawa itu adalah sejenis asam amino mimosine atau leuconine yang terdapat dalam konsentrasi 1 – 4%. Asam amino tersebut juga terdapat dalam daun, dan batanng-batang halus. Tetapi tidak semua varietas lamtoro mengandung senyawa tersebut.
Dengan Fe (besi), asam amino ini akan membentuk senyawa kompleks yang berwarna merah. Dari hasil-hasil penelitian, ternyata senyawa kompleks ini tidak berbahaya.


6. Nitrit
Keracunan nitrit pada makanan karena adanya nitrat dalam bahan tersebut, contohnya dalam bayam. Untuk menyuburkan sayur-sayuran digumnakan pupuk nitrat maka kadar nitrat dadlam sayuran akan naik. Setelah sayuran itu dimakan maka nitratnya berubah menjadi nitrit yang terserap akan bergabung dengan hemoglobin dan selanjutnnya akan membentuk methomoglobin. Hal ini menyebabkan kapasitas hemoglobin dalam darah membawa untuk oksigen akan menurun dan menyebabkan cyanosis yaitu bibir penderita menjadi biru yang disebabkan oleh CO yang terlalu tinggi dalam darah. Di samping itu, juga akan menyebabkan hypoksia yaitu kekurangan oksigen pada jaringan-jaringan tubuh, muntah-muntah, dan jika agak berat akan menyebabkan kematian. Nitrat ini diubah oleh bakteri menjadi nitrit di dalam alat pencernaan.
Pada bayi, karena pH dalam perut akan tinggi, maka akan tumbuh bakteri Escericia coli yang memproduksi nitrat menjadi nitrit dalam usus kecil. Ini pila sebabnya mengapa keracunan nitrit sering terjadi pada bayi. Thawing yang dilakukan terhadap bayam yang telah dibekukan dapat menyebabkan kadar nitrit dalam bayam segar akan menjadi naik.
7. Anti Trypsin dan (Tripsin Inhibitor)
Anti trypsin adalah suatu enzim yang bekerjanya menghambat kerja trypsin dalam pencernaan protein. Anti trypsin ini telah dibuktikan akatif terhadap trypsin sapi. Ada indikasi yang kuat bahwa anti trypsin dari kacang-kacangan ini tidak aktif pada manusia secara fisiologis. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian invitro menunjukkan bahwa trypsin
manusia tidak dengan trypsin sapi.
Adanya aktivitas anti trypsin ini dalam kacang-kacangan itu sendiri mungkin diinginkan, karena adanya senyawa tersebut dapat menghindari serangga-serangga selama penyimpanan. Antirtipsin ini dalam bentuk inaktif merupakan sumber asam amino yang mengandung “S”, karena protein ini sangat kaya dengan cystina, walaupun senyawa tersebut tidak tersedia dalam kacang mentah. Anti trypsin dapat diinaktifkan pada suhu 250oF selama 5 – 10 menit atau pada suhu 200oF selama 30 – 40 menit ataupun dengan uap panas yang mempunyai suhu 100oC selama 15 menit.












III. CARA-CARA PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN
Ditinjau dari segi asal bahan, maka hasil pertanian dapat digolongkan : bahan nabati yang berasal dari tumbuhan dan bahan hewani dari hewan. Jika ditinjau dari segi daya tahan terhadap kerusakan, maka dikenal golongan yang sangat mudah rusak (misalnya sebagian besar hortikultura dan bahan hewani), golongan mudah rusak (tembakau dan biji-bijian), golongan agak tahan (kayu, gum, dan resin). Hasil pangan dapatr juga digolongkan menjadi bahan pangan dan bahan bukan pangan. Hasil pertanian dipasarkan pada keadaan segar atau berkadar air tinggi (lebih dari 35% kadar air), setengah basah (15 – 35%) dan kering (kurang dari 15%).
Hasil-hasil pertanian umumnya merupakan bahan “hidup” sehingga proses respirasi umumnya masih berlangsung. Laju respirasi suatu bahan hasil pertanian tergantung berbagai factor, antara lain suhu dan kadar air. Suhu dan kadar air rendah umumnya memperlambat laju respirasi. Proses respirasi umumnya lebih besar pada bahan segar atau hasil yang baru dipetik. Hendaknya selalu diingat abahwa selain komoditi hasil pertanian; jazad renik, serangga atau hama lain pada komoditi teresebut juga melakukan respirasi. Proses respirasi akan menghasilkan kalor, uap dan CO2, sehinga adanya kenaikan salah satu atau lebih dari tiga factor tersebut sering ,mencirikan kegiatan respirasi.
Sifat-sifat fisik morfologis bahan yang sering diperlakukan untuk pertimbangan-pertimbangan dalam proses penanganan dan penyimpanan, antara lain ukuran berat, ukuran dimensi, bentuk, sifat permukaan, densitas kamba dan bobot jenis.
A. Syarat-syarat Penyimpanan Bahan Makanan
Bahan yang akan disimpan hendaknya memenuhi persyaratan minimal 2 segi yaitu segi kebersihan (cleaniness) dan kebagusan (soundness), sedang untuk biji-bijian dan yang sejenis harus memenuhi syarat ketiga yaitu segi kekeringan (dryness) dan untuk benih harus memenuhi syarat kemurnian (purity) dan “viability”. Faktor keseragaman penting pula untuk diperhatikan. Bahan yang akan disimpan hendaknya yang bermutu tinggi, karena bahan yang bermutu jelek hanya akan merugikan saja. Jangan lupa, bahwa proses penmyimpanan tidak akan meninggikan mutu bahan yang disimpan.
Kotoran-kotoran atau benda-benda asing dalam bahan adlah sumber kontaminasi dan sering merupakan penyebab utama kerusakan. Bahan yang mengalami kerusaskan mekanik seperti memar, retak, lecet, terbelah, terpotong akan mengalami kerussakan-kerusakan, dibandingkan dengan bahan yang bermutu baik (utuh). Tingkat kekeringan yang optimum diperlikan agar bahan yang disimpan tahan lama yauitu relatif lebih tahan terhadap kerusakan-kerusakan selama disimpan seperti kerussakan fisiologis (daya tumbuh), kerusaskan oleh hama dan jazad renik, atau kerusaskan mekanik.
Faktor utama yang perlu diperhatikan (dikontrol) dalam penyimpanan bahan makanan adalah kondisi bahan, suhu,, komposisi dan sirkulasi udara, air, cahaya, serangga dan hama, sanitasi dan penggunaan bahan pengawet kimia. Pengontrolan tersebut berbeda-beda sesuai dengan jenis penyimpanan dan bahan.
1. Kondisi Bahan
Bahan pengawet yang akan disimpan biasanya dibersihkan dan dikelompokkan sesuai dengan kelas mutunya. Perlakuan ini jelas akan meningkatkan ketahanan bahan makanan sebab tingkat kontaminasi menurun. Bahan pangan yang sekelas atau satu grade juga harus dipandang sebagai kontaminan, karena dapat merangsang kerusakan. Dengan pemilihan bahan sekelas maka usaha pengawetan lebih dipermudah.
Kondisi bahan makanan terkadang diperkuat oleh perlakuan pengolahan atau penanganan pasca panen, misalnya pengeringan, pemanasan, pemberian bahan pengawet kimia, dan pemberian pengemasan. Dengan kondisi ini, maka penyimpanan sebenarnya lebih berperan sebagai pengaman hasil-hasil pengawetan yang dicapai sebelumnya.
2. Suhu
Kontrol suhu dalam penyimpanan memegang peranan penting, karena dengan pengendalian suhu dapat dicapai suatu efek pengawetan tertentu yang signifikan. Kontrol suhu ini dapat dijadikan dasar klasifikasi penyimpanan, sehingga penyimpanan dapat dibedakan atas penyimpanan suhu kamar, penyimpanan suhu rendah, penmyimpanan beku. Penyimpanan suhu tinggi tidak lasim dilakukan, karena lebih banyak merusak makanan dari pada mengawetkan makanan.
Melalui pengontrolan suhu dapat dikendalikan kematangan buah, kelayuan, pencegahan mikroba, kerusaskan kimia makanan, dan berbagai perubahan tekstur serta sifat organoleptik pangan. Serangga dan hama jugs dapat dikendalikan aktivitas dan perkembangan.
3. Udara, Air, dan Cahaya
Komposisi udara, terutama keberadaan oksigen dan CO2 sangat penting artinya bagi usaha pengwetan. Makhluk hidup memerlukan O2 dan air, sehingga dalam penyimpanan zat tersebut dikurangi atau dihilangkan maka makhluk hidup aerob akan turun antivitasnya dan bahkan bahan dapat mati.
Pengaturan komposisi udara dan kandungan air digunakan untuk menekan kerusakan pangan dan pertumbuhan mikroba/hama. Cahaya dalam pengawetan perlu dikontrol, mengingat cahaya dapat menstimulir beberapa reaksi kimia yang menjurus kepada kerusakan. Dalam penyimpanan dipergunakan peralatan isolator pangan (berupa bangunan) yang dengan mudah dapat mengontrol cahaya.
4. Hama, Serangga, dan Sanitasi
Sanitasi dalam penyimpanan merupakan syarat pokok keberhasilan penyimpanan bahan makanan. Dengan sanitasi yang baik, maka ketahanan bahan makanan meningkat. Selain itu, sanitasi juga dapat mencegah kedatangan dan perkembangbiakan binatang pengganggu seperti tikus dan kutu. Binatang pengganggu, hama, dan serangga, terkadang juga perlu difumigasi. Binatang tersebut selain merusak juga sebagai vector (pembawa penyakit) sehingga pembasmian serangga/hama sangat penting artinya dalam penyimpanan.
Suhu, kelembaban (RH), udara dan kondisi bahan juga ikut ambil bagian dalam control binatang pengganggu. Dengan control mikroba/binatang pengganggu sedikitnya dapat dikurangi loss bahan makanan, kerusakan mekanis dan penularan sifat organoleptik seperti bau dan rasa.
B. Cara Penyimpanan Bahan Makanan dan Tempat Penyimpanan Serta Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Bahan Makanan Pada Penyimpanan
Penyimpanan hasil pertanian usaha manusia untuk mengamankan hasil-hasil pertanian. Sejarah penyimpanan mungkin dimulai karena ada pihak atau binatang lain yang mengancam keutuhan bahan pangan yang dimiliki sehingga orang mulai berusaha untuk menyembunyikan agar lebih aman. Tindakan penyimpanan mungkin juga dimulai karena sifat musiman dari buah-buahan atau bahan pangan lainnya. Usaha penyimpanan bahan-bahan pangan mungkin lebih awal pada manusia yang tinggal di daerah-daerah yang secara berkala mengalami musim yang tidak menguntungkan. Usaha penyimpanan mungkin pula dimulai setelah disadari adanya bahan-bahan pangan yang tahan lama atau adanya bahan-bahan pangan yang tidak dapat segera dimakan, tetapi memerlukan suatu tenggang masa. Usaha penyimpanan untuk bercocok tanam.
Ditinjau dari perjalanan hasil panen antara lain dikenal; penyimpanan tingkat panen; penytimpanan tingkat petani; penyimpanan tingkat pengumpul; penyimpanan tingkat penyalur; penyimpanan transit; penyimpanan tingkat pengecer; dan penyimpanan tingkat konsumen.
Penyimpanan pada tingkat panen adalah penyimpanan antara panen dengan fase pengolahan (pembersihan, perontokan, pengeringan). Pada tingkat ini umumnya berjangka waktu relative pendek apalagi pada komoditi yang sangat mudah rusak. Selama proses pengolahan, mungkin dilakukan penyimpanan (holding storage) sampai bahan dikemas untuk didistribusikan. Ditinjau dari segi waktu peenyimpanan, dikenal penyimpanan jangka panjang; penytimpanan jangka menengah; dan penyimpanan jangka panjang.
Dalam hal ini, penyebutan jangka waktu antara satu komoditi dengan komoditi lainnya sangat relative, tergantung dari sifat, tempat dan kegunaan bahan yang disimpan. Walaupun demikian pada umumnya penyimpanan jangka pendek adalah penyimpanan satu musim (1 – 6 bulan atau bahkan sampai 9 bulan, penyimpanan jangka menengah antara satu sampai dua musim (5 – 12 bulan, atau bahkan 24 bulan) dan penyimpanan jangka panjang tiga musim atau lebih.
Penyimpanan transit adalah penyimpanan antara satu lembaga tataniaga dengan lembaga tataniaga yang lain yangn sifatnya sementara. Jangka waktu penyimpanan transit 5 – 30 hari, tergantung dari jenis komoditi yang ditangani. Panyimpanan pajang adalah penyimpanan selama dijajakan, khususnya untuk hasil-hasil hortikultura dan hasil hewani. Jangka waktu penyimpanan pajang umumnya adalah sekitar 1 – 5 hari.
Ditinjau dari segi modifikasi udara dikenal :
1. Penyimpanan Suhu Rendah
Penyimpanan suhu rendah atau penyimpanan dingin, karena dalam penyimpanan terkesan rasa dingin. Suhu penyimpanan yang digunakan adalah -5 sampai 12oC, tetapi pada umumnya suhu penyimpanan dingin (cold storasge) berkisar antara -1 sampai 1oC.
a. Bahan pangan
Bahan pangan yang disimpan dalam penyimpanan dingin dapat berupa bahan makanan segar (fresh food) maupun bahan pangan yang sudah diolah. Bahan makanan yangn sudah diolah harus disimpan sesauai petunjuk yang disertakan dalam makanan tersebut.
Bahan makanan terolah pada prinsipnya dapat disimpan dalam penyimpanan dingin, tetapi beberapa diantaranya lebih baik disimpan dalam suhu kamar. Penyimpanan dingin berarti menambah ongkos penyimpanan, karena diperlukan biaya operasi refrigerasi. Karena itu hasil olahan yang dapat disimpan dalam suhu kamar biasanya tidak disimpan dalam suhu rendah.
Bahan yangn diolah dengan pemanasan dan dikemas secara hermitis umumnya dapat disimpan dalam suhu kamar, sedang bahan makanan dengan sedikit pemanasan ataupun dengan kemasan yang tidak hermitis menjadi kurang awet jika tidak disimpan dalam suhu rendah. Yang penting dalam penyimpanan bahan makanan terolah adalah beberapa waktu simpan/daya awet yang diinginkan, karena terdapat korelasi yang erat antara suhu penyimpanan dengan keawetan. Makin rendah suhu penyimpanan umumnya bahan pangan cenderung awet sedang makin tinggi suhu makin tinggi pula kecepatan kerusakan bahan makanan.
Bahan pangan segar dalam penyimpanan perlu perhatian khusus, terutama berkaitan dengan sifat fisiologis pasca panen. Sebagian bahan makanan segar masih mempunyai aktivitas fisiologis tinggi dan berlangsung hingga beberapa waktu setelah penyimpanan. Aktivitas tersebut perlu diperhitungkan dalam usaha penyimpanan yang efektif dan efisien. Kelayakan simpan bahan pangan sangat berpengaruh pada kondisi dan aktivitas fisiologis pasca panen tersebut.
Buah-buahan dan sayunan segar merupakan bahan makanan yang sangat riskan terhadap pengaruh suhu dan air, karena itu penyimpanannya harus benar-benar memperhatikan suhu dan kondisi air (kadar air RH). Buah-buahan akan cepat rusak apda suhu tinggi, tetapi jika disimpan pada suhu dingin yang tidak tepat akan merusak tekstur dan daya awet. Sayuran mudah kehilangan air dan menjadi layu sehingga mutunya menurun. Karena itu, diperlukan kondisi suhu dan RH yang tepat.
Biji-bijian dan beberapa jenis bahan makanan segar lainnya umumnya disimpan dalam penyimpanan suhu kamar/penggudangan. Tetapi hal ini tidak menutup adanya kemungkinan bahan tersebut disimpan dalam penyimpanan dingin, tergantung tujuan penggunaan/perlakuan bahan tersebut.
Bahan makanan segar yang berasal dari hewani, seperti telur, susu, dan ding sangat baik disimpan dalam penyimpanan dingin. Susu segar biasanya disimpan pada suhu antara 2 – 8oC, beberapa hari (± 3 hari) tahan. Telur mempunyai range penyimpanan antara 4 – 18oC beberapa minggu (± 4 minggu) tahan. Dagingn tergantung dari asal/jenis daging, misalnya untuk karkas sapi biasanya disimpan pada suhu di bawah 4oC (-1 s/d 1oC) tahan kira-kira 6 hari, sedang jika suhu lebih tinggi akan berkkurang daya simpannya. Penyimpanan dingin daging juga merangkap sebagai proses aging.
b. Pendugaan Kebutuhan Refrigerasi
Refrigersi adalah proses penghilangan kalor dari suatu bahan, sehingga suhunya menurun dan dipertahankan pada suatu tingkat suhu tertentu. Kebutuhan refrigerasi dalam tempat penyimpanan harus didasarkan atas beban refrigerasi tertinggi. Beban refrigerasi tertinggi jika suhu di luar tempat penyimpanan tinggi dan saat pemasakan bahan segar dalam keadaan masih panas/aktivitas fisiologis ada.
Dalam perhitungan mirip dengan penggunaan heat transfer dalam proses penyelesiaian proses pemanasan, pembekuan dan pengeringan. Karena itu, beban refrigerasi tergantung dari kuantitas dan kondisi bahan, ukuran tempat penyimpanan dan kapasitasnya, waktu penyimpanan seperti pemasukan barang dan keluar masuknya orang (buka tutup pintu, aliran udara).
c. Modifikasi Penyimpanan Dingin
Modifikasi penyimpanan dingin antara lain dengan mengontrol kondisi ruangan penyimpanandalam komposisi udara. Dalam hal ini diusahakan proporsi O­2 ditekan serendah mungkin digantikan dengan pengaturan komposisi udara (penyimpanan atmorfir terkontrol) atau CAS = Controlled Atmosphere Storage, sedang jika penekanan jumlah oksigen tidak banyakdisebut MA = Modified Atmosphere.
Modifikasi penyimpanan dingin dapat juga menyangkut system tataletak bahan selama penyimpanan. Karkas misalnya lebih banyak digantung, sedang telur biasa ditempatkan dalam rak-rak khusus yang menopang telur. Susu disimpan dalam tangki-tangki pendingin yang halus, sedang buah-buahan dan sayuran biasanya dibungkuks dengan plastic untuk menjaga penguapan. Beberapa jenis buah-buahan dan sayuran dapat disimpan begitu saja ditaruh diruang penyimpanan, tergantung jenis dan masa simpannya.
2. Penyimpanan Suhu Kamar
Penyimpanan suhu kamar di bawaqh kondisi suhu penyimpanan antara 12oC sampai 35oC, tetapi pada umumnya di atas suhu 18oC. Yang jelas penyimpanan suhu kamar tampak lebih sederhana, dalam arti tidak perlu pendingin dan segala perhitungannya, dibandingkan penyimpanan suhu rendah. Kemungkinan pula biaya pula biaya operasionalnya lebih rendah, tapi tergantung juga pada jenis bahan makanan dan ukuran gudang serta waktu penyimpanan yang diinginkan. Penyimpanan suhu kamar umumnya dikerjakan industry secara besar dalam arti kuantitas bahan makanan dan waktunya, sehingga penyimpanan suhu kamar lebih sering diprofilkan sebagai penggudangan.




a. Bahan Yang Disimpan
Bahan makanan yang disimpan dapat berupa bahan terolah maupun bahan segar setelah mendapat perlakuan pendahuluan secukupnya. Bahan terolah umumnya sudah dilengkapi dengan kemasan yang mampu melindungi, sehingga fungsi tempat sesuai yan g direkomendasikan dalam label kemasan.
Bahan pangan segar yang dapat disimpan dalam cara penggudangan umumnya jenis biji-bijian dan beberapa kacang-kacangan, jenis umbi-umbian dan dapat juga disimpan dalam suhu kamar, meskipun lebih cepat rusak dibandingkan disampan dalam suhu rendah.
Penyesuaian yang perlu dilakukan terhadap bahan makanan dalam penyimpanan suhu kamar, terutama kadar air bahan tersebut. Suhu kamar (ruang penyimpanan) relative jarang disesuaikan karena memang diharapkan sesuai dengan udara umumnya sehingga tidak perlu menambah alat pendingin. Oleh karena itu, batas kadar air maksimum merupakan syarat mutlak bahan yang disimpan sebagai pertimbangan utama. Kelembaban (RH) ruangan mungkin juga bias disesuaikan, tapi hal ini dilakukan jika keadaan bahan tyidak mungkin dikendalikan atau serangan hama merajalela. Penurunan kadar air bahan pangan dapat dilakukan dengan cara pengeringan.
Dengan kadar air rendah maka sedikitnya bahan makanan terhindar dari perkecambahan dan cendawan dan jika suhu kamar di bawah 18oC maka serangga akan tertekan. Nilai kadar air maksim (T = 27oC, RH = 70%) untuk gabah adalah sebesar 14%, beras 13%, jagung 13.5%, gandum 13.5%, sorgum 15%, kacang kapri 14%, dan kacang putih 14%. Bahan-bahan makanan lainnya mempunyai kadar air maksimal yang dapat ditetapkan melalui percobaan.
b. Sistem Kontrol
Kadar air dan suhu bahan makanan/lingkungan selama penyimpanan dapat mengalami perubahan, seeding kadar air bahan makanan dalam gudang itu sendiri sebenarnya juga kurang memadai untuk diandalkan dan tidak mampu mengamankan dari serangga/hama dan binatang pengganggu lainnya.
Sistem pengawetan dalam penyimpanan suhu kamar/penggudangan yang bertumpu pada pembatasan kadar air umumnya ditunjang oleh cara pengawetan lainnya seperti pengawetan dengan bahan kimia (fumigasi). Selain itu juga ditunjang oleh system sanitasi yang bersih dan aerasi udara, disamping konsntrasi tempat yang kukuh.
Tata aerasi tempat pemnyimpanan diperlukan untuk mengurangi air selama penyimpanan, akibat aktivitas fisiologis pasca panen bahan pangan segar. Hal ini menyangkut tata tempat dan kemasan bahan makanan. Dalam penggudangan dikenal system curah dan system karung. Sistem curah adalah seluruh ruangan diisi dengan bahan pangan tanpa kemas, sedang system karung ialah bahan pangan dikemas dalam karung atau kemasan lain dan disusun dengan susunan tertentu di dalam ruangan penyimpanan/penggudangan. Ditinjau dari segi aerasi maka system karungbmempunyai dampak yang lebih baik, tetapi lebih memakan tempat dan biaya.
Modofikasi system pengawetan dengan penyimpanan suhu kamar juga dapat dilakukan dengan CAS dan MA. Cara melakukannya adalah dengan menggunakan kantung-kantung/kemasan tersebut diisi dengan gas selain oksigen dengan tekanan tertentu, kemudian disusun dalam gudang tersebut. Pengawetan dengan atmosfir terkontrol tampaknya memberikan hasil yang lebih baik, tetapi biaya mahal dan memakai ruangan banyak, maka secara ekonomis kurang layak.




















IV. CARA MENILAI MUTU MAKANAN
Pengawasan mutu pada kenyataannya telah merupakan suatu system dalam system pangan. Dengan demikian pengawasan mutu mempunyai komponen dan keluaran. Sebagai keluaran system pengawasan pangan adalah sistem pengadaan pangan yang bermutu baik.
Komponen system pengawasan mutu makanan melliputi :
1. Sistem produksi, pengolahan, distribusi dan konsumsi makanan
2. Metode pengujian mutu pangan
3. Standar mutu pangan
4. Peraturan-peraturan pengawasan mutu.
Standar mutu pangan merupakan komponen utama dalam system pengawasan mutu pangan. Perkataan standar selalu tekait dengan criteria sifat-sifat suatu bahan yang dapat diukur secara kuantitatif dan kualitatif, dengan secara obyektif atau subjektif.
A. Pengertian Mutu Makanan
Definisi klasik dari mutu atau kualitas makanan adalah gabungan sifat-sifat khusus yang dapat membedakan masing-masing satuan bahan dan mempunyai pengaruh yang nyata di dalam menentukan penerimaan konsumen. Blanchfild (l979) memberikan uraian yang sangat panjang tentang pengertian mutu makanan sebagai, ukuran berbagai komponen dari suatu bahan dimana pembeli sudi dan mampu menerimanya pada suatu harga tertentu yang secara konsisten dapat memenuhi kebutuhan dan harapan dari kelompok pembeli yangn sudi membayar bahan pada harga tersebut.
Kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa mutu ditentukan oleh tuntutan konsumen yang selanjutnya dibatasi oleh daya beli meraka. Dengan demikian hubungan antara konsumen dengan produsen merupakan hubungan timbale balik sehingga merupakan suatu siklus. Produsen menghasilkan barang sesuai dengan pendugaannya akan selera dan kemampuan konsumen. Barang sebagai hasil produksi, selanjutnya mendapat tanggapan dari konsumen, kemudian digunakan oleh produsen untuk memperbaiki mutunya.
Tahap pertama dari pengawasan mutu adalah dengan menganalisa seteliti mungkin akan selera dan daya beli dari konsumen. Tahap berikutnya adalah mempersiapkan peralatan dan tatacara pengujian sehingga spesifikasi yang diinginkan konsumen dapat diukur. Selanjutnya adalah pelaksanaan kegiatan pengawasan mutu yang sebaiknya dilaksanakan di dekat pusat kegiatan produksi dan pengolahan barang. Hasil dari uji mutu sebaiknya segera dianalisa dan dievaluasi sehingga suatu aksi dapat segera dilakukan untuk menyesuaikankembali mutu tersebut dengan selera dan daya beli konsumen.
B. Cara-cara Penilaian Mutu Makanan
1. Subjektif (organoleptik)
Kegiatan pengawawsan mutu dalam proses pengolahan suatu produk teristimewa bahan makanan adalah ditujukan untuk menguasai dan mengarahkan tindakan yang diambil agar supaya atribut-atribut yang menentukan mutu dapat sesuai dengan keinginan konsumen. Salah satu cara untuk mengetahui respon konsumen terhadap produk adalah menenyakan langsung kepada setiap orang tentang pendapatnya terhadap produk yang dievaluasi. Cara tersebut sudah merupakan bentuk sederhana dari pengujian organoleptik, yang akhir-akhir ini sudah berkembang menjadi suatu disiplin ilmu dalam kelompok ilmu pangan.
Dalam hal ini pengujian organoleptik merupakan disiplin ilmu yang dipakai sebagai alat dalam menilai, mengukur, menganalisa dan menginterpretasi reaksi-reaksi yangn timbul sebagai hasil pandangan, ciuman, rasa, rabaan dan pendengaran terhadap sifat-sifat produk yang dievaluasi.
a. Peranan dan Macam Pengujian Sensori (Organoleptik)
Untuk mendeteksi keinginan seseorang terhadap suatu produk dapat dilakukan dengan mewawancarai orang-orang secara langsung mengenai atribut-atribut mutu yang menentukan mutu produk yang bersangkutan. Hal ini agak sulit dilakukan ditinjau dari teknik pelaksanaannya, biaya terlalu besar, serta sifat subjektivitas seseorang yang tidak homogen. Sebagai contoh, dalam pabrik pengolahan mentega biasa saja dilakukan survei ke pasaran tempat pelemparan mentega tersebut untuk menentukan segi warna mentega yangn diinginkan konsumen. Akan tetapi, hali ini merupakan tindakan yang kurang praktis dan tidak ekonomis karena memerlukan waktu yang lama serta biaya tinggi yang merugikan perusahaan.
Melalui penilaian organoleptik keadaan tersebut dapat dihindari, yaitu cukup menentukan beberapa orang sebagai panelis yang dapat dianggap telah mewakili populasi konsumen yang akan dipasarkan. Atau lebih ekonomis lagi kalau dipilih orang-orang yang ada dalam pabrik atau perusahaan tersebut sebagai panelis.
Di dalam penilaian organoleptik dikenal 2 bentuk penyajian yaitu :
1. Pengujian Tingkat Perbedaan
Pengujian tingkat perbedaan suatu produk, dimaksudkan untuk mengukurn tingkat perbedaan yang ada antara satu produk dengan produk lainnya dalam satu proses pengolahan. Dalam pengujian ini sifat suka atau tidak suka dari panelis terhadap produk yang dinilai tidak diperhatikan. Panelis diberitahu tentang maksud dan tujuan penilaian dan diminta untuk memberukan penilaian.
Dalam hal ini panellis berfungsi sebagai alat pengukur kualitas. Banyaknya panelis yang dibutuhkan dalam pengujian ini tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan pengujian tingkat kesukaan. Jumlah panelis 3 – 5 orang yang sudah terlatih, dianggap sudah cukup untuk memberikan perbedaan-berbeedaan yang ada dalam produk yang sedang diuji. Pengujian umumnya dilakukan di laboratorium, sedang banyaknya sampel serta ulangan dalam satu kali pengujian ditentukan oleh sifat-sifat alamiah produk yamng diuji serta model rancangan statistic yang digunakan.
2. Pengujian Tingkat Kesukaan
Pengujian tingkat kesukaan suatu produk dimaksudkan untuk mengukur reaksi kosumen atau tingkat kesukaannya terhadap suatu sampel dibandingkan dengan sampel yang lain. Dalam pengujian ini dibutuhkan panelis dalam jumlah relative banyak. Banyaknya sampel yang disajikan dalam satu kali pengujian juga ditentukan oleh ssifat-sifat alamiah produk yangn sedang diuji serta model rancangan statistic yang digunakan. Panelis diminta untuk memilih sampel yang terbaik atau sekuarng-kurangnya menunjukkan apakah sampel tersebut dapat atau tidak dapat diterima menurut seleranya. Di samping itu, panelis diminta untuk dapat memberikan alas an atau komentar terhadap bahan yang dinilai.
b. Panelis
Dalam pengujian organoleptik (sensori) panelis yang dipilih untuk mengevaluasi suatu produk sangat besar pengaruhnya terhadap hasil pengujian yang diperoleh. Penentuan panelis harus dilakukan secara hati-hati agar supaya data yangn diperoleh dapat bersifat universal. Sebagai contoh dalam pengujian tingkat kesukaan yang membutuhkan panelis dalam jumlah relative besar ada kalanya perlu dilakukan penentuan panelis secara acak terhadap konsumen di pasaran. Untuk pengujian produk-produk tertentu dirasa perlu untuk melakukan penentuan panelis berdasarkan pengelompokkan baik dari segi umur, jenis kelamin maupun ras dan suku. Dalam keadaan tertentu mungkin pula penentuan dalam pemilihan panelis hanya dilakukan pada lokasi-lokasibtertentu yang menggunakan produk yangn diuji.
Dalam suatu industry pangan, sering anggota-anggota panelis diambil diantara orang-orang yang berkecimpung dalam industry tersebut baik staf kantor, pekerja pada bagian produksi atau bagian dari staf peneliti. Hal ini dilakukan atas dasar pertimbangan ekonomi. Orang-orang yang berkecimpung dalam bidang pengujian untuk produk-produk olahan atau produk untuk maksud pengembangan biasanya tidak dimasukan sebagai anggota panelis, agar pengujian dapat seobjek mungkin.
Faktor lain yang menentukan hasil pengujian adalah kondisi kesehatan serta kebiasaan sehari-hari panelis. Hal ini dikaitkan dengan derajat kepekaan seseorang terhadap produk yang sedang dinilai. Anggota-anggota panelis harus dalam kondisi yang sehat dalam arti tidak terganggu oleh suatu penyakit yang sifatnya sementara seperti influenza maupun penyakit-penyakit menahun yangn akan mengganggu fungsi inderanya dalam menilai bahan yangn diuji.
Kebiasaan seseorang seperti merokok ada pengaruhnya terhadap hasil pengujian, ada juga pendapat lain yang tidak mempersoalkan kebiasaan merokok ini. Baker (l976) mengemukakan bahwa perokok berat yaitu yang dapat menghabiskan 1 bungkus atau lebih perhari kurang sensitif dibandingkan nyang bukan perokok. Dalam kebiasaan merokok ini, Bengtson (l953) menyarankan agar bagi meraka yang biasa merokok sebaiknya jangan dahulu merokok satu sampai dua jam sebelum pengujian dimulai.
Secara umum jumlah panelis dalam pengujian tingkat perbedaan dapat dipakai 10 – 20 orang penguji, sedang untuk mengadakan penilaian kualitas produk dalam keadaan ini digunakan penguji terlatih 4 – 5 orang penguji. Sebaliknya dalam pengujian tingkat kesukaan, umumnya dibutuhkan jumlah panelis yang lebih banyak dari pengujian tingkat perbedaan.
Pada garis besarnya dalam memilih panelis untuk pengujian organoleptik suatu produk ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara lain :
1. Panelis memiliki kemampuan untuk membedakan sifat-sifat sensori bahan yangn diuji
2. Setiap panelis harus mampu menyimpan ingatan yang baru saja diamati
3. Panelis harus mampunyai toleransi dan mengenal bahan yang diuji.
c. Persiapan Sampel
Dalam pengujian organoleptik (sensori), panelis banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat bahan yang diuji. Oleh karena itu sampel yang akan diuji seharusnya dipersiapkan sebaik-bainya dan diatur seseragam mungkin. Untuk menghindari atau sekurang-kurangnya memperkecil pengaruh tersebut, maka dalam pengujian sebaiknya diusahakan agar informasi sampel dibuat seminimal tapi sejelas mungkin. Sehubungan dengan kepekaan panelis, maka diusahakan agar sampel yang akan diuji pada skala bahan yang dimakan.
Faktor keseragaman lainnya yang mempengaruhi penelis adalah ukuran bahan yang akan diuji. Seperti halnya untuk mengetahui tingkat perbedaan citarasa, maka bahan makanan lebih kecil. Makanan atau minuman dalam keleng agar dapat diseragamkan sebaik mungkin perlu menggunakan beberapa kaleng yang dicampur bersama-sama sebelum pengambilan sampel untuk dilakukan pengujian.
Dalam pengujian organoleptik perlu diperhatikan cara pemberian kode terhadap sampel yang akan diuji. Dalam hal ini dihindari pemberian kode yang cenderung mempengaruhi penguji bahwa sampel yang dinilainya memiliki persamaan dan perbedaan sehingga angka penilaiannya akan terpengaruh. Sebagai contoh kode dadlam urutan 1, 2, 3, dan seterusnya, atau A, B, C adalah cara pemberian kode yang keliru sebab panelis akan berpikir bahwa angka 1 atau A adalah yang terbaik dan akan memberikan kecenderungan penilai yang tertinggi pada produk yang diberi kode tersebut. Sehubungan dengan pemberian kode ini, Pettit (l958) menyarankan untuk pemberian kode menggunakan tiga (3) angka yang dipilih secara acak.
Agar hasil pengujian organoleptik dapat dipercaya maka jumlah sampel yang disajikan dalam satu kali pengujian harus terbatas. Hal ini penting sekali dalam pengujian organoleptik, mengingat kenyataan bahwa makin meningkat jumlah sampel yang diuji, maka makin menurun kepekaan seseorang terhadap produk tersebut. Untuk hal ini, Pangborn (l984) mengemukakan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan yaitu :
1. Sifat alamiah bahan yang diuji. Dalam pengujian es krim misalnya, seharusnya tidak lebih dari 6 sampel yang disajikan, mengingat adanya pengaruh suhu terhadap sifat tekstur sampel tersebut.
2. Intensitas dan kerewetan sifat-sifat sensori yang berbeda-beda setiap bahan sehingga ada kemungkinan bahan yang satu akan lebih mudah dieveluasi dibandingkan dengan bahan lainnya.
3. Pengalaman penguji. Sebagai contoh penguji untuk bahan seperti teh, anggur, dan kopi yang sudah profesional dapat mengevaluasi sampai ratusan sampel perhari
4. Banyaknya komoditi yang diuji dalam waktu yang tersedia.
d. Kondisi Pengujian
Dalam pengujian organoleptik, sampel yang akan diuji kualitasnya dapat bersifat “Stationary” atau sebaliknya panelis yang bersifat “Stationary”. Pada car yang pertama bila mudah dilaksanakan dibandingkan cara kedua. Keuntungan lain yaitu panelis mengbamati unit sampel yang sama sehingga kecil sekali kemungkinan timbuln kesalahan karena pengaruh variasi diantara unit-unit sampel yang sama.
Untuk tujuan praktis pengujian dapat dilaksanakan dalam suatu rang sederhana yang memungkinkan panelis dapat bekerja lebih teliti dan dengan konsentrasi yang terpusat pada sampel yang diuji. Agar tidak tgerjadi kesalam dalam pengujikan karena adanya kemungkinan paneklis berkomunikasi selama pengujian berlangsungn, maka pannelis ditempatkan pada ruangan yang terpisah dilengkapi dengan tempat penyajian. Ruangan harus dijamin agar panelis tidak terganggu oleh suasana yang in ruangan tidak menyenangkan seperti suaru atau kegaduhan bunyi kendaraan dan lain-lain. Jika mungkin ruangan harus bebas bau yang dilengkapi dengan udara pendingin agar dapat membantu menyegarkan ruangan pengujian.
Sehubungan dengan jadwal perlu ditentukan saat yang tepat untuk melaksanakan pengujian. Untuk pengujian yang jumlah sampelnya besar, penentuan saat yang tepat ini sukar dikontrol. Walaupun demikian, sudah dikketahui bahwa pengujian yang terbaik adalah antara jam 10.00 sampai dengan 12 siang. Jika kebiasaan makan seseorang dapat mempengaruhi hasil pengujian, maka sebaiknya tidak dilakukan pengujian pada jarak waktu satu jam sebelum makan dan dua jam sesudah makan.
Faktor lain yang mempengaruhi selera panelis adalah tempat penyajian sampel. Untuk menghindari hal ini perlu diusahakan agar tempat penyajian harus bersih, tidak berbau, dan tidak menyebabkan perubahan rasa terhadap sampel yang diuji.
Prosedur pengujian harus dilaksanakan seseragam mungkin, umumnya telah disepakati bahwa apakah panelis akan menelan sampel atau hanya mencicipinya, hal ini tidak mengganggu hasil pengujian. Akan tetapi seharusnya diinstruksikan untuk melakukan hal yang sama terhadap semua sampel yang diuji. Untuk menjamin keberhasilan pengujian seharusnya setelah mencicipi sampel yang satu, panelis diinstruksikan untuk menghilangkan bekas cita rasa dimulutnya sebelum mencicipi sampel berikutnya.
Pemberian roti tawar atau air putih adalah cara yang digunakan untuk menghilangkan cita rasa ini. Air yang diberikan seharusnya air yang bersuhu kamar, sebab bilamana menggunakan air terlalu dingin atau terlalu panas akan mempengaruhi system penerimaan pada lidah.
2. Objektif (Analisis kuantitatif)
a. Analisa Kadar Air
Prosedur kerja :
- Timbang sampel yang telah dihaluskan (bahan berupa serbuk) 1 – 2 gram dalam botol yang telah diketahui beratnya.
- Keringkan dalam oven pada suhu sekkitar 100 – 110oC selama 3 – 5 jam tergantung bahannya, selanjutnya dinginkan dalan eksikator dan ditimbang. Panaskan lagi secara berulang-ulang sampai berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0.2 mg)
- Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan
b. Analisa Protein
Penentuan Total N dengan cara GUNNING
- Ditimbang sampel atau bahan sekitar 0.5 – 3.5 gram yang telah dihaluskan dan masukkan ke dalam labu kjedahl, tambahkan 10 gram K2S atau Na-sulfat anhidrat, dan 15 – 25 ml asam sulfat pekat. Kalau destruksi sukar dilakukan perlu ditambah 0.1 – 0.3 gram CuSO4 dan dikocok
- Panaskan pada pemanas listrik atau api Bunsen dalam lemari asam, mujla-mula dengan api kecil dan setelah asap hilang api dibesarkan, pemanasan diakhiri setelah cairan menjadi jernih tak berwarna.
- Buat juga perlakuan blanko yaitu seperti perlakuan di atas tanpa sampel.
- Setelah labu kjedahl beserta cairannya menjadi dingin kemudian ditambah 200 ml air destilata dan 1 gram Zn, serta larutan NaOH 45% sampai cairan bersifat basa. Pasanglah labu kjedahl dengan segera pada alat destilasi.
- Panaskan labu kjedahl sampai ammonia menguap semua, destilat ditampung dalam Erlenmeyer yang berisi 100 ml HCl 0.1 N yang sudah diberi indicator fenolfthalin 1% beberapa tetes. Destilat yang keluar tidak bersifat basa.
- Kelebihan HCl 0.1 N dalam destilat dititrasi dengan larutan standar (NaOH 0.1 N)

% N = (ml NaOH blanko - ml NaOH sampel) x N NaOH x 14.008 x 100
Gram bahan x 1000

% Proten = % N x x Faktor (lihat Tabel 1)

Tabel 1. Konversi Dari Kadar N Menjadi Kadar Protein Berbagai Macam Bahan

No. Bahan Faktor Konversi

1. Gandum 5.70
2. Roti 5.70
3. Sirup 6.25
4. Ser:ealia (biji-bijian) 6.25
5. Susu Kental Manis (SKM) 6.38
6. Buah-buahan 6.25
7. Padi-padian, kecuali gandum 6.25
8. Nut, kacang-kacangan 6.25
9. Teh 6.25
10. Daging, ikan 6.25

c. Analisa Minyak dan Lemak

Penentuan kadar minyak dan lemak dengan ekstraktor soxhlet :
- Timbang dengan teliti 2 gram bahan yang telah dihaluskan (sebaiknya yang kering dan lewat 40 mesh). Campur dengan pasir yang telah dipijarkan sebanyak 8 gram dan masukkan ke dalam tabung ekstraksi soxhlet dalam dalam timbel atau dibungkus kertas kering
- Alirkan air pendingin melalui kondensor
- Pasang tabungn ekstraksi pada alat destilasi soxhlet dengan pelarut petroleum ether secukupnya selama 4 jam. Setelah residu dalam tabung ekstraksi diaduk, ekstraksi dilanjutkan lagi selama 2 jam dengan pelarut yang sama.
- Petroleum ether yang telah mengandung ekstrak lemak dan minyak dipindahkan ke dalam botol timbang yang bersih dan diketahui beratnya, kemudian uapkan dengan api kecil yang tertutup dengan lemari asam sampai agak pekat. Teruskan pengeringan dalam oven 100oC sampai berat konstran
- Berat residu dalam botol ditimbang dinyatakan sebagai berat lemak.
d. Analisa Karbohidrat
1. Reaksi Molish
- Ke dalam 4 tabung reaksi diisikan larutan 1 ml 0,02 M glukosa; 1 ml 0.01 M selulosa, 1 ml 0.7% larutan pati, dan 0/01 M furfural
- Segera tambahkan ke dalam masing-masing tabung 2 tetes larutan L-naftol dalam alcohol, campur dengan baik
- Alirkan dengan hati-hati 3 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, sehingga terjadi 2 lapisan
- Amati timbulnya warna pada pembatasan kedua lapisan tersebut.
2. Reaksi Osazone
- Siapkan 6 tabung reaksi
- Ke dalam 3 tabung masing-masing diisi 5 ml 0.01 M glukosa, 5 ml 0.01 M fruktosa, dan 5 ml 0.0M aribinosa, tambahkan 10 tetes asam asetat anhidrida dan sedikit fenilhidrasine.
- Panaskan sampai semua padatan terlarut, kemudian disaring
- Hasil saringan saring masing-masing diisi ke dalam tabung yang masih kosong
- Panaskan ketiga tabung ini dalam penangas air mendidih selama 30 menit.
- Kristal yang terbentuk dilihat dengan mikroskop.
- Gambarkan masing-masing Kristal yang terbentuk
e. Analisa Beberapa Vitamin
1. Analisa Vitamin A dengan cara Kalorimetrik Cepat
- Ambil 4 ml gliserol dikhrohidrin dan tambahkan 1 ml chloroform yang mengandung vitamin A.
- Campurkan dan masukkan ke dalam penangas air pada suhu 25­­oC selama 1-2 menit.
- Tuangkan ke dalam kuvet, kemudian baca daya serapnya pada panjang gelombang 550 nm 2 menit setelah perubahan terjadi.
2. Vitamin B2 (Riboflavin) dengan Cara Spektrofotometri
- Ambil 10 ml larutan yang mengandung vitamin B2 dalam Erlenmeyer 125 ml, ta,bahkan 25 ml 0.1 N HCl. Gocok dengan baik dan panaskan dalam autoclave 120oC selama 30 menit
- Dinginkan dan atur pH=6.0 dengan menggunakan NaOH 1N, dan pH ini dijaga agar tetap stabil karena riboflavin tidak stabil pada ph di atas 6.0
- Dengan menggunakan HCl 1N, larutan diasamkan kembali menjadi pH 4.5, kemudian dipindahkan suspense secara kuantitatif ke dalam labu ukur 100 ml dan encerkan sampai tanda tera dengan air distilata dan saring melalui kertas saring whatman No. 42
- Ambil filtrate yang jernih, masukkan ke dalam kuvet dan baca transmitans pada spektofotometer dengan panjang gelombang antara 400-440 nm (vitamin B2 berfluresensi pada panjang gelombang ini)
- Untuk menentukan berat absolute vitamin B2 yang terkandung dalam filtrate perlu dibuat kurva standar yang menggambarkan hubungan antara kadar vitamin B2 dengan transmitannya.
3. Vitamin C dengan Titrasi Iodium
- Timbang 200 – 300 gram bahan dan hancurkan dalam blender sampai diperoleh bubur. Timbang 10 – 30 gram bubur tersebut, masukkan ke dalam labu takar 100 ml dan tambahkan air testilata sampai tanda tera. Saring dengan penyaring vakum atau dengan sentrifus untuk memisahkan filtratnya.
- Ambil 5 – 25 ml filtrate dengan pipet dan masukkan ke dalam Erlenmeyer 125 ml. Tambahkan 2 ml larutan amilum 1% (pati larut air) dan tambahkan 20 ml air destilata jika masih diperluan
- Titrasi dengan 0.01 N Jodium yang mengandung 16 gram KI perliter.
- Perhitungan :
1 ml 0.01 N Jodium = 0.08 mg asam askorba
4. Vitamin D dengan Cara Tzoni
- Ukur sebagian dari larutan vitamin sekitar 2 ml ke dalam tabung reaksi yang bersih, dan tamabahkan 5 tetes larutan pirogalol
- Uapkan hingga mencapai kurang lebih 0.1 ml, tambahkan 3 tetes larutan aluminium klorida dan panaskan dengan penangas air
- Dalam larutan alcohol akan terbentuk warna merah sampai 3warna merah violet.
V. MENILAI MAKANAN SECARA ORGANOLEPTIK
A. Persyaratan Bahan Dan Penilaian
Dalam pengujian organoleptik, panelis banyak dipengaruhi ole4h sifat-sifat bahan yang diuji. Oleh karena itu sampel yang akan diuji seharusnya disiapkan sebaik-baiknya dan diatur seseragam mungkin. Untuk menghindari atau sekurang-kurangnya memperkecil pengaruh tersebut, maka dalam pengujian diusahakan agar informasi tentang sampel dibuat seminimal tapi sejelas mungkin.
Sehubungan dengan kepekaan panelis, maka diusahakan agar sampel yang diuji berada pada skala suhu yang dapat dimakan. Faktor keseragaman lainnya yang mempengaruhi panelis aqdalah ukuran bahan. Makanan yang berukuran besar seharusnya dipo6tong-potong menjadi kecil, demikian pula dengan makanan dan minuman dalam kaleng, harus seragam dengaqn menggunakan kaleng yang dicampur bersama-sama sebelum pengambilan sampel untuk pengujian dilakukan.
Dalam pengujian organoleptik perlu diperhaqtikan cara pemberian kode terhadap sampel yang akan diuji. Hindari pemberian kode dalam urutan, misalnya 1, 2, 3, dan seterusnya atau A, B, C, dan seterusnya, karena dapat mempengaruhi penilaian panelis. Panelis berpikir5 bahwa angka 1 atau A adalah terbaik dan cenderunng memberikan penilaian tertinggi pada bahan yang diberi kode tersebut, dan disarankan agar memberikan kode tiga angka secara acak.
Agar hasil pengujian dapat dipercaya maka jumlah sampel yang disajikan dalam satu kali pengujian harus dibatasi. Hal ini penting sekali dalam pengujian organoleptik mengingat kenyataan bahwa makin meningkat jumlah sampel maka makin munurun pula kepekaan seseorang terhadap produk tersebut.
B. CARA-CARA MENILAI/MENGUJI CITA-RASA DAN KESUKAAN TERHADAP MAKANAN
Walaupun akhir-akhir ini sudah banyak kemajuan yang dicapai dalam meningkatkan metode pengujian organoleptik, akan tetapi pada umumnya yang banyak digunakan adalah pengujian pembedaan dan uji penerimaan
1. Pengujian Pembedaan
Pengujian pembedaan digunakan untuk menetapkan apakah ada perbedaan sifat organoleptik antara dua contoh. Meskipun dalam pengujian dapat saja sejumlah contoh disajikan bersama tetapi untuk melaksanakan pembedaan selalu ada dua contoh yang dapat dipertentangkan.
Uji pembedaan biasanya menggunakan anggota panelis sekitar 15-30 orang yang terlatih. Dengan panelis demikian biaya penyelenggaraan lebih kecil dan hasil penmgujiannya cukup peka. Segi kerugiannya adalah bahwa hasil pengujiannya tidak dapat member petunjuk apakah itu dikehendaki atau tidak.
Macam-macam uji pembedaan :
a. Uji pasangan
Uji pasangan atau disebut dengan paired comparison , baired test atau decol comparation. Cara pengujian ini termasuk paling sederhana dan paling tua, karena itu juga sering digunakan. Dalam pengujian dengan uji pasangan, dua contoh disajikan bersamaan atau berurutan dengan naomor kode berlainan. Masing-masing anggota panelis diminta menyatakan berbeda atau tidak berbeda dalam hal sifat yang diujikan. Agar pengujian ini efektif, sifat atau criteria yang diujikan harus jelas dan dipahami panelis.
Meskipun ujiu pasangan ini sederhana penyelenggaraannya tetapi tidak mudah dalam memberi interpretasi hasil analisisnya. Karena hanya dua conth disajikan bersama-sama, maka chance of probability dari masing-masing contoh untuk dipilih adalah ½ atau 50%. Kesimpulan tidak dapat diambil jika panelisnya sedikit. Jumlah panelis yang dibutuhkan di atas 10 orang.
b. Uji segitiga (trangle test)
Uji segitiga digunakan untuk mendeteksi perbedaan yang kecil. Pengujian ini lebih banyak digunakan karena lebih peka dari uji pasangan. Dalam pengujian ini kepada masing-masing panelis disajikan secara acak 3 contoh berkode. Pengujian ketiga contoh itu biaqsanya dilakukan bersamaan tetapi dapat pula berturut-turut. Dua dari tiga conto itu sama dan yang ketiga berlainan. Panelis diminta memilih satu diantara tiga contoh yang berbeda-beda dari dua yang lain. Dalam uji ini tidak ada contoh baku atau pembanding, sehingga dalam memberi penilaian tidak boleh ragu-ragu, harus memilih salah satu yang dianggap paling berbeda. Demikian pula jika panelis tidak dapat membedakan ketiga contoh tersebut, karena 3 contoh disajikan bersama-sama dan seseragam mungkin seperti ukuran, bentuk, warna sifat-sifat yang tidak dimiliki dibuat sama. Dalam pengujian ini daqpat juga ditanyakan lebih lanjut tentang tingkat perbedaan, tetapi hasil mengenai tingkat p4erbedaan tidak lagi peka atau kurang meyakinkan.
Di dalam uij segitiga, panelis diminta memilih satu diantara tiga contoh yang berbeda dengan yang lain. Karena contoh yang dinilai ada 3 maqka peluang secara acak adalah 1/3 atau sekitar 33,3%.

c. Uji duo - trio
Uji ini hamper sama dengan uji segitiga, tiap-tiap anggota panelis disajikan 3 contoh, 2 contoh dari bahan yang sama dan contoh ketiga dari bahan yang lain. Bedanya adalah salah satu dari 2 contoh yang sama dicicipi, dan kedua contoh lainnya kemudian. Dalam penyuguhannya ketiga contoh itu dapat diberikan bersamaan, atau contoh bakunya diberikan lebih dahulu baru kemudian kedua contoh yang lain disuguhkan.
Dalam pelaksanaan uji, panelis diminta untuk memilih satu diantara dua contoh terakhir yang sama dengan contoh baku atau pembanding. Karena contoh yang dinilai ada dua maka peluang secara panelis adalah ½ atau 50%.
d. Uji pembanding ganda (duel standars)
Uji pembanding ganda (duel standars) adalah bentuk pengujian yang menyerupai uji duo-trio, jika pada uji duo-trio digunakan satu contoh baku sebagai pembanding, maka pada uji pembanding ganda digunakan dua contoh baku sebagai pembanding yaitu A dan B. Kedua contoh pembanding disuguhkan bersamaan sebelum contoh yang akan diuji diberikan, panelis diwajibkan mengenali dan mengingat sifat-sifat sensorik kedua contoh pembanding yang diujikan maka panelis harus sudah betul-betul mengenali saifat bahan atau contoh. Setelah semuanya sudah siap, barulah contoh yang diujikan disuguhkan secara acak.

Tidak ada komentar: